Mataram, 8 September 2025 – Tokoh Masyarakat NTB secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan gratifikasi yang melibatkan Gubernur NTB, H. Lalu Muhammad Iqbal, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia. Laporan tersebut juga mencakup keterlibatan sejumlah pejabat daerah dan anggota DPRD NTB periode 2024–2029, dengan estimasi kerugian negara mencapai lebih dari Rp417 miliar.
Dugaan Penyalahgunaan Anggaran APBD
Laporan ini menyebutkan bahwa Gubernur NTB melakukan pergeseran anggaran APBD Tahun Anggaran 2025 melalui dua Peraturan Gubernur (Pergub), yaitu Pergub No. 02/2025 pada 13 Maret 2025 dan Pergub No. 06/2025 pada 28 Mei 2025. Pergeseran anggaran tersebut diduga menghapus program hasil pokok pikiran (pokir) dari 39 anggota DPRD periode 2019–2024, dengan nilai mencapai Rp78 miliar.
Pergeseran anggaran ini dipandang bermasalah karena dilakukan saat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2030 masih dalam tahap pembahasan di DPRD, sehingga dasar hukumnya dipertanyakan. Selain itu, program dari anggota DPRD yang tidak terpilih kembali disebutkan dihapus, sementara program dari anggota yang kembali menjabat tetap dipertahankan, menimbulkan dugaan konspirasi politik dan diskriminasi.
Dugaan Gratifikasi
Laporan ini juga memuat indikasi gratifikasi yang melibatkan sejumlah anggota DPRD periode 2024–2029. Beberapa rekaman percakapan disebut mengungkap praktik “jatah pokir” yang didistribusikan melalui pejabat Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB. Beberapa anggota DPRD dilaporkan telah mengembalikan uang yang diduga berasal dari gratifikasi ke Kejaksaan Tinggi NTB.
“Pergeseran anggaran ini tidak hanya melampaui kewenangan, tetapi juga memunculkan indikasi adanya gratifikasi politik yang merugikan keuangan negara,” demikian isi laporan masyarakat NTB.
Penyalahgunaan Dana Belanja Tidak Terduga (BTT)
Selain dugaan korupsi pokir, Gubernur NTB juga dilaporkan menyalahgunakan Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) Tahun 2025. Dari total anggaran Rp500,97 miliar, tercatat Rp130 miliar digunakan pada Maret 2025 dan Rp339 miliar pada Mei 2025, menyisakan hanya Rp161 miliar.
Dalam pernyataannya, gubernur menyebut dana tersebut digunakan untuk membayar utang Pemerintah Provinsi NTB, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH) ke kabupaten/kota, utang BPJS, dan proyek tahun sebelumnya. Namun, laporan menegaskan bahwa penggunaan BTT untuk membayar utang rutin melanggar ketentuan, karena BTT seharusnya hanya digunakan untuk keadaan darurat yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.
Bukti dan Pihak yang Dilaporkan
Laporan ke KPK ini dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa tiga pergub, rekaman percakapan antara gubernur dan anggota DPRD, pemberitaan media, serta file digital yang diserahkan dalam bentuk flashdisk.
Pelapor terdiri dari lima tokoh masyarakat NTB, salah satunya adalah TGH Najamuddin Mustafa, mantan anggota DPRD NTB periode 2019–2024. Terlapor meliputi Gubernur NTB, Ketua DPRD NTB Hj Baiq Isvie Rupaeda, Kepala BPKAD NTB, serta sejumlah anggota DPRD periode 2024–2029.
Desakan Penyelidikan
Masyarakat NTB mendesak KPK untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan kasus ini. Total kerugian negara yang diperkirakan adalah Rp78 miliar dari penghapusan pokir DPRD dan lebih dari Rp339 miliar dari penyalahgunaan dana BTT, sehingga mencapai lebih dari Rp417 miliar.
“Kasus ini telah menimbulkan keresahan masyarakat. Kami berharap KPK segera turun tangan untuk menegakkan keadilan dan menindak tegas semua pihak yang terlibat,” tegas para pelapor dalam surat resmi yang dikirimkan ke KPK di Jakarta.

